Suasana riuh terasa di ruang tunggu terminal kedatangan luar negeri Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, akhir April lalu. Ketika itu, puluhan orang bersemangat menyanyikan lagu Indonesia Pusaka karya Ismail Marzuki. Mereka menyanyi lagu wajib nasional ini untuk menyambut kedatangan tim Indonesia yang baru saja mengikuti kompetisi penelitian sains tingkat dunia: International Conference of Young Scientists (ICYS) 2009 di kota Pszczyna, Polandia.
Tak berlebihan jika kedatangan tim Indonesia mendapat sambutan bak pahlawan. Pasalnya, tim yang beranggotakan 10 siswa sekolah menengah atas (SMA) dan dua siswa sekolah menegah pertama (SMP) itu mengharumkan nama bangsa di ajang internasional. Dalam kontes adu pintar yang digelar selama dua hari, 25-26 April lalu, itu tim Indonesia sukses menjadi jawara, dengan perolehan medali terbanyak. Yakni enam medali emas, satu medali perak, dan tiga medali perunggu.
Sementara itu, tim Jerman bertengger di urutan kedua, meraih tiga medali emas, satu medali perak, dan dua medali perunggu. Disusul oleh tim Amerika Serikat di urutan ketiga, yang hanya mengoleksi tiga medali emas. ''Ini pertama kalinya tim Indonesia meraih penghargaan tertinggi di ajang ICYS,'' kata Monika Raharti, penanggung jawab harian yang juga pembimbing tim Indonesia, kepada Gandhi Achmad dari Gatra.
Merebut medali, apalagi medali emas, di ajang kompetisi sains bertaraf internasional seperti ICYS dipastikan tidak mudah. Soalnya, kompetisi ini diikuti ratusan siswa berotak encer dari berbagai negara. Tentu saja mereka adalah siswa pilihan dari negara masing-masing. Jika ingin menang, siswa harus mengumpulkan poin setinggi-tingginya dari para juri. ''Keberhasilan siswa Indonesia mengumpulkan poin tertinggi berkat kerja keras dan ketekunan mereka,'' ujar Monika sembari tersenyum bangga.
ICYS adalah lomba yang menguji siswa tingkat sekolah menengah dalam mempresentasikan hasil penelitian di bidang fisika, matematika, ekologi, dan sains komputer. Lomba yang digelar setiap tahun ini berlangsung sejak 1994 atas prakarsa Eotvos Lorand University, Budapest, Hongaria, dan Belarusian State University, Belarus. Para penggagas lomba adu otak ini berkeinginan, ICYS menjadi wadah bagi para siswa untuk menunjukkan hasil riset mereka yang akan dikembangkan dalam berbagai penelitian. Indonesia mulai mengirim tim sejak ICYS 2005 di kota Katowice, Polandia.
Pada ICYS 2009, tim Indonesia mengikutsertakan 12 siswa yang mempresentasikan 10 hasil penelitian (lihat: Siswa Peraih Medali di ICYS 2009). Mereka harus bertarung ketat mengalahkan 200 siswa dari 15 negara. Satu di antaranya adalah Nugra Akbari. Siswa kelas X SMA Global Mandiri, Jakarta, ini berhasil meraih medali emas untuk kategori penelitian sains komputer.
Dalam penelitiannya bertajuk ''M-Batik: The Computation of Indonesia's Dying Traditional Batik Design'', bocah pengagum Alfred Nobel itu menciptakan program komputer yang memudahkan siapa pun mendesain motif batik. Caranya sederhana, yakni menggunakan pola fraktal yang memang mirip dengan motif batik. ''Idenya, ingin ngenalin batik yang merupakan khas Indonesia ke luar negeri,'' kata Nugra menerangkan penelitiannya kepada Lufti Avianto dari Gatra.
Putra tunggal pasangan Eddriamon Nazar dan Eliza Gustinelly itu mengaku, sebelum mulai presentasi di depan para juri, ia sempat diserang perasaan grogi. ''Keringat dingin iya juga, tapi saya berusaha tenang dan saat presentasi semuanya lancar,'' ujar penggemar batik sejak duduk di bangku kelas V sekolah dasar itu. Hasilnya, sejumlah pertanyaan yang dilontarkan para juri dapat dijawabnya dengan sempurna. ''Saya gembira, akhirnya merebut medali emas,'' kata Nugra.
Kegembiraan memboyong medali emas ke Tanah Air dirasakan pula oleh Gabriela Alicia Kosasih dan Idelia Chandra, dua siswi SMA St. Laurensia, Tangerang, Banten. Alicia meraih medali emas untuk kategori penelitian ekologi, dengan judul "Saccharomyces Sp.: An Agent for Remedy of Oil Pollution". Yakni meneliti bagaimana ragi instan digunakan sebagai bahan pengurai sisa oli bekas. ''Pastinya, saya bangga dan senang atas apa yang telah tercapai,'' tutur Alicia. Menangapi prestasi Alicia, orangtuanya ikut bangga. ''Akhirnya jerih payah anak saya berhasil,'' kata sang ayah, Siniaga Kosasih.
Sedangkan rekannya, Idelia, meraih medali emas untuk kategori penelitian fisika dengan judul "Balinese Gamelan: A Brainwave Synchronizer". Menurut Idelia, ia meneliti gamelan Bali karena terinspirasi dari bunyi unik yang dikeluarkan alat musik tradisional asal Pulau Dewata itu. ''Saya meneliti frekuensi suara sepasang gamelan Bali yang frekuensinya menghasilkan perpaduan gelombang yang harmonis,'' ujar Idelia menjelaskan resume penelitiannya.
Kehebatan siswa Indonesia masih berlanjut. Dari rombongan tim Indonesia yang mengikuti ICYS 2009, ada dua anggota tim yang menjadi peserta termuda. Mereka adalah Vincentius Gunawan dan Fernanda Noveli, siswa kelas VIII SMP Petra 3. Dua peneliti belia ini meraih medali emas, dengan mempresentasikan hasil penelitian di bidang ekologi bertajuk "Biological Control Using Trichogramma Japonicum as Egg Parasite".
Trichogramma adalah sejenis serangga kecil yang bermanfaat mencegah padi terserang hama. ''Kami meneliti cara mengembangbiakan Trichogramma dalam jumlah banyak, sehingga hama akan hilang tanpa pestisida,'' kata Vincen. Mereka berharap, hasil penelitian itu dapat bermanfaat. ''Kami akan bangga jika hasil karya kami bisa bermanfaat bagi bangsa ini,'' Fernanda menambahkan.
Direktur Pembinaan SMA, Direktorat Jenderal Manajemen Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Sungkowo Mujiamano, bangga atas prestasi para siswa Indonesia di Polandia itu. ''Bisa dibayangkan, dalam satu kompetisi, kita bisa meraih enam medali emas, mengalahkan tim Jerman dan Amerika Serikat,'' katanya. Demikian pula Ketua Surya Institute, Prof. Yohanes Surya. ''Ini bukti, siswa Indonesia bisa berprestasi di lomba sains internasional,'' ujar penggagas pengirimanan tim Indonesia pada kompetisi ICYS itu.
Merebut medali, apalagi medali emas, di ajang kompetisi sains bertaraf internasional seperti ICYS dipastikan tidak mudah. Soalnya, kompetisi ini diikuti ratusan siswa berotak encer dari berbagai negara. Tentu saja mereka adalah siswa pilihan dari negara masing-masing. Jika ingin menang, siswa harus mengumpulkan poin setinggi-tingginya dari para juri. ''Keberhasilan siswa Indonesia mengumpulkan poin tertinggi berkat kerja keras dan ketekunan mereka,'' ujar Monika sembari tersenyum bangga.
ICYS adalah lomba yang menguji siswa tingkat sekolah menengah dalam mempresentasikan hasil penelitian di bidang fisika, matematika, ekologi, dan sains komputer. Lomba yang digelar setiap tahun ini berlangsung sejak 1994 atas prakarsa Eotvos Lorand University, Budapest, Hongaria, dan Belarusian State University, Belarus. Para penggagas lomba adu otak ini berkeinginan, ICYS menjadi wadah bagi para siswa untuk menunjukkan hasil riset mereka yang akan dikembangkan dalam berbagai penelitian. Indonesia mulai mengirim tim sejak ICYS 2005 di kota Katowice, Polandia.
Pada ICYS 2009, tim Indonesia mengikutsertakan 12 siswa yang mempresentasikan 10 hasil penelitian (lihat: Siswa Peraih Medali di ICYS 2009). Mereka harus bertarung ketat mengalahkan 200 siswa dari 15 negara. Satu di antaranya adalah Nugra Akbari. Siswa kelas X SMA Global Mandiri, Jakarta, ini berhasil meraih medali emas untuk kategori penelitian sains komputer.
Dalam penelitiannya bertajuk ''M-Batik: The Computation of Indonesia's Dying Traditional Batik Design'', bocah pengagum Alfred Nobel itu menciptakan program komputer yang memudahkan siapa pun mendesain motif batik. Caranya sederhana, yakni menggunakan pola fraktal yang memang mirip dengan motif batik. ''Idenya, ingin ngenalin batik yang merupakan khas Indonesia ke luar negeri,'' kata Nugra menerangkan penelitiannya kepada Lufti Avianto dari Gatra.
Putra tunggal pasangan Eddriamon Nazar dan Eliza Gustinelly itu mengaku, sebelum mulai presentasi di depan para juri, ia sempat diserang perasaan grogi. ''Keringat dingin iya juga, tapi saya berusaha tenang dan saat presentasi semuanya lancar,'' ujar penggemar batik sejak duduk di bangku kelas V sekolah dasar itu. Hasilnya, sejumlah pertanyaan yang dilontarkan para juri dapat dijawabnya dengan sempurna. ''Saya gembira, akhirnya merebut medali emas,'' kata Nugra.
Kegembiraan memboyong medali emas ke Tanah Air dirasakan pula oleh Gabriela Alicia Kosasih dan Idelia Chandra, dua siswi SMA St. Laurensia, Tangerang, Banten. Alicia meraih medali emas untuk kategori penelitian ekologi, dengan judul "Saccharomyces Sp.: An Agent for Remedy of Oil Pollution". Yakni meneliti bagaimana ragi instan digunakan sebagai bahan pengurai sisa oli bekas. ''Pastinya, saya bangga dan senang atas apa yang telah tercapai,'' tutur Alicia. Menangapi prestasi Alicia, orangtuanya ikut bangga. ''Akhirnya jerih payah anak saya berhasil,'' kata sang ayah, Siniaga Kosasih.
Sedangkan rekannya, Idelia, meraih medali emas untuk kategori penelitian fisika dengan judul "Balinese Gamelan: A Brainwave Synchronizer". Menurut Idelia, ia meneliti gamelan Bali karena terinspirasi dari bunyi unik yang dikeluarkan alat musik tradisional asal Pulau Dewata itu. ''Saya meneliti frekuensi suara sepasang gamelan Bali yang frekuensinya menghasilkan perpaduan gelombang yang harmonis,'' ujar Idelia menjelaskan resume penelitiannya.
Kehebatan siswa Indonesia masih berlanjut. Dari rombongan tim Indonesia yang mengikuti ICYS 2009, ada dua anggota tim yang menjadi peserta termuda. Mereka adalah Vincentius Gunawan dan Fernanda Noveli, siswa kelas VIII SMP Petra 3. Dua peneliti belia ini meraih medali emas, dengan mempresentasikan hasil penelitian di bidang ekologi bertajuk "Biological Control Using Trichogramma Japonicum as Egg Parasite".
Trichogramma adalah sejenis serangga kecil yang bermanfaat mencegah padi terserang hama. ''Kami meneliti cara mengembangbiakan Trichogramma dalam jumlah banyak, sehingga hama akan hilang tanpa pestisida,'' kata Vincen. Mereka berharap, hasil penelitian itu dapat bermanfaat. ''Kami akan bangga jika hasil karya kami bisa bermanfaat bagi bangsa ini,'' Fernanda menambahkan.
Direktur Pembinaan SMA, Direktorat Jenderal Manajemen Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Sungkowo Mujiamano, bangga atas prestasi para siswa Indonesia di Polandia itu. ''Bisa dibayangkan, dalam satu kompetisi, kita bisa meraih enam medali emas, mengalahkan tim Jerman dan Amerika Serikat,'' katanya. Demikian pula Ketua Surya Institute, Prof. Yohanes Surya. ''Ini bukti, siswa Indonesia bisa berprestasi di lomba sains internasional,'' ujar penggagas pengirimanan tim Indonesia pada kompetisi ICYS itu.
0 comments:
Post a Comment